Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PAN, Hafisz Tohir. (Foto: Dok. Ist)
Jakarta, Jurnas.com - Pemerintah menetapkan kenaikan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) untuk jasa hiburan sebesar 40 persen dan maksimal 75 persen, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (UU HKPD).
Kenaikan pajak hiburan tersebut kemudian menuai protes dari pengusaha, di antaranya Inul Daratista yang punya tempat karaoke dan Hotman Paris yang memiliki beberapa klub hiburan di Bali.
Menanggapi hal itu, Anggota Komisi XI DPR RI Hafisz Tohir mengatakan pajak yang dikenakan pada jasa hiburan sebenarnya bergantung pada jenis jasa hiburan yang ditawarkan. Selain itu, pengenaan pajak pada jasa hiburan juga melihat sejauh mana jasa hiburan tersebut bermanfaat.
"Kalau nilai mudaratnya tinggi, maka wajib untuk dinaikkan. Jadi kalau dasar pemikiran kami di Komisi XI ya seperti itu. Pemerintah atau negara boleh mengambil pajak hiburan tinggi, memang akibat yang dibuat oleh hiburan tersebut memang agak tinggi risikonya. Maka untuk CSR-nya pun harus tinggi. Maka itu diambil lalu pajak tinggi," ujar Hafisz di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (16/1).
Namun, Hafisz menambahkan, di tengah masih besarnya tekanan ekonomi yang terjadi, kenaikan pajak hiburan tersebut kemudian membebani pengusaha. Untuk itu, Komisi XI nantinya akan mengundang Direktorat Jenderal Pajak untuk menyampaikan asumsi terhadap pengenaan pajak sebesar 40-70 persen tersebut.
"Kami akan mengundang Direktorat Jenderal Pajak di Komisi XI untuk menyampaikan asumsi mereka kenapa ini menjadi ribut yang tadinya tidak ada keributan ya. Sebetulnya (pengaturan pajak) itu domainnya pemerintah tetapi jika ini meresahkan masyarakat, maka DPR berhak untuk mempertanyakan kepada pemerintah," tegas Politisi PAN ini.
Warta DPR Komisi XI Hafisz Thohir PAN pajak hiburan